(Maaf, mau numpang nyimpen file, ini hanya tulisan dibuang sayang, kemarin digunakan untuk meramaikan acara rame-rame di acara reuni SMP saya)
STAGE 1
Hari itu jadwalnya classmeeting yang mempertandingkan final tenis meja. Bandang Bayu Raharjo (yang kelak dalam perjalanan waktu, bersama-sama saya di Semarang), jagoan kelas 1-C, berjibaku melawan juragan ikan hias Jalan Karangsuci yang mewakili kelas 1-A. Pertandingan diadakan di selasar depan kelas 1-D. Jagoan kelas 1A kalah telak. Sebenarnya bukan karena dia kalah secara teknik. Tapi dia kalah karena terlalu banyak membetulkan sempongan rambutnya. Ini membuat gemas para pendukungnya. Seorang Mark Zulfikar bahkan sempat berkelakar, harusnya teman yang satu itu digundul saja biar bisa menang. Saya pun menjadi ingat obrolan Oryza dan Jenny Sassae. Mereka pernah memperbincangkan sempongan-nya ini. Katanya, dia mirip Fariz Rustam Munaf (masihkan dia mirip Fariz sekarang, Or?)
STAGE 2
Menyambung stage di atas, di pertandingan memperebutkan tempat ketiga cabang tenis meja itu, seorang teman si sempong yang juga personel kelas 1A bermain dengan lincah bak ayam jago. Pantas saja, seperempat abad kemudian baru terungkap, pemuda bermata teduh yang senyumannya agak manis (tapi lama-lama mblengeri) ini ternyata seorang juragan ayam jago (gelarnya: ayam jantan dari timur. timur pasar Mertasinga.)
.....
STAGE 3
Dia teman sebangku Suwarno saat di kelas 2A, yang duduk di barisan kedua dari belakang. Rambutnya selalu harum karena menggunakan minyak rambut yang saya duga berkelas. Saat berbicara santai di tempat duduknya, dia kerap memutar-mutar buku catatan di atas telunjuk dan jari tengahnya. Dia pun dikenal pandai memutar-mutar teori dan logikanya. Berbagai logika (logika biologi khususnya) yang sementara orang di sebelah-menyebelahnya tidak begitu paham, dia sudah piawai, melebihi Bu Tari guru biologi. Dia pun sering iseng menggoda seorang teman perempuan yang sepertinya dia puja saat itu (itu tuuh... ceweq yang duduk tepat di depan papan tulis). Teman saya ini biasa ceplas-ceplos menggoda dari bangku belakang. Dan si ceweq yang terlihat kesal sesekali ngejabanin dengan mendatangi bangku si cowoq. Tahu ekspresinya? Betul. Sang cowoq mati kutu seperti beruang es yang kedinginan. Tapi, dugaan saya sih, yang di depan papan tulis itu sebenarnya cuma pura-pura marah, tapi hatinya tersipu dong.
...
STAGE 4...
Saat perayaan Maulid Nabi yang diselenggarakan per kelas (kami beruntung mengadakannya di ruang ketrampilan yang megah), saat acara hiburan, tokoh satu ini menyanyikan sebuah lagu Lionel Richie yang berjudul Say You Say Me secara acapella. Gampang ditebak, yang terdengar memang bukan nyanyian merdu merayu, melainkan bunyi (bukan suara) yang lebih mirip semburan air (iler ndeyan ya) dan angin bergemuruh. Lha saat nyanyi, dia juga rajin meniupi microphone sih. Saat itu seluruh isi kelas tergelak, termasuk Pak Suryo Sugondo. Sekarang lagu itu mungkin masih dinyanyikannya, tapi dengan judul yang disesuaikan: Say You (and You) Say Me (tahu kenapa?). Dia, saat SMP dulu, punya kesukaan yang hampir sama dengan saya, membaca berita olahraga. Hanya saja, jika saya cuma bisa membeli koran BOLA atau TRIBUN yang harganya seratus lima puluh rupiah (itupun tidak rutin setiap Jumat dan sangat perjuangan susahnya minta duit ke ibu saya), dia sudah berlangganan majalah SPORTIF yang harganya hampir sepuluh kali lipatnya. Dia mengaku menangis acapkali menyaksikan Susi Susanti memenangkan sebuah event bulutangkis. Tahu siapa yang saya maksud? Yak, betul! Ehh salah...
...
STAGE 5
Masih sambungan stage di atas, saat itu yang diplot sebagai pembicara ceramah adalah seorang teman saya yang dulu bersekolah di SDN Sidakaya 14 - Bandengan dan bertempat tinggal di sebelah Hotel Teluk Penyu, dekat tempat tinggal saya. Dia pintar sekali berolah kata layaknya pembicara betulan. Mantap dan memukau. Namun di penghujung ceramahnya, dia mengucapkan: "Wa’alaikumussalam wr.wb". Lalu kami harus menjawab apa? Tapi dasar memang menguasai panggung, dia tanpa canggung berbalik lagi ke mimbar dan meralat salamnya. (Ehh, gara-gara dia saya jadi ingat Kenichi-Ippei-Daiziro-Yoshi-Megumi anggota robot Voltus V).
...
STAGE 6
Dia yang gagah dan tampan dahulu, pun sekarang tampak menua dan menambun (ehh bener nggak sih "menjadi tambun" itu sama saja "menambun"?). Tidak lagi seperti saat dia aktif di perguruan karate KKI waktu itu. Mengingatkan betapa hidup itu berlangsung dengan cepat. Sungguh, jika sekarang bertemu dengannya di Pantai Kuta, saya tidak yakin bisa mengenal dengan baik teman sebangku saya di kelas 2 itu. Satu yang saya ingat darinya: jika menyanyikan lagu Hari Moekti “Ada Kamu”, suaranya lumayan bagus. Mungkin karena tertempa dengan baik di gereja. Dan satu hal, dia itu gentle banget. Itu sangat sangat saya kenang. Saat Bu Titik guru Bahasa Indonesia menunjuk meja yang tersayat oleh tulisan yang dibuat dari cutter, dia mengakuinya, meski itu adalah ulah saya (meski saya pun mengaku pada akhirnya).
...
STAGE 7
Saya harus mengucapkan terima kasih kepadanya, seorang teman yang dahulu duduk sebangku dengan M. Yuni Adi Agung di kelas 2, karena coretan gambar kartunnya yang diberinya judul Balap Karung Beregu (yang dia bikin saat pelajaran Bahasa Inggrisnya Bu Sri Kundari pada 1988), enam tahun kemudian saya contek idenya dan saya adopsi dalam sebuah kartun yang hampir identik, lalu saya kirim ke tabloid olahraga BOLA. Ya, enam puluh lima ribu rupiah menjadi milik saya dari idenya itu. Sebagai ilustrasi, kartun balap karung itu kurang lebih menggambarkan lomba balap karung dengan menggunakan helm. Dan saat ini yang bersangkutan masih identik dengan benda yang bernama helm (dan tentu saja motor dan asesorisnya). Oh iya, cover kaset SAS Band (album Sirkuit) yang dia berikan untuk saya pada medio 1988 itu, saat ini masih tersimpan rapi di lemari kaset saya. Makan-makan yuk, An!
...
STAGE 8
Di acara perpisahan SMP, semua mata tertuju padanya. Beberapa kelompok tempat duduk yang awalnya masing-masing tampak mengobrol sendiri sontak berkonsentrasi ketika seorang gadis tampil membawakan sebuah tarian. Tari Gambyong. Siapa yang tidak kenal gadis pindahan dari Lawang - Malang itu. Dia yang biasa berpembawaan kalem, mendadak trengginas di atas panggung. Teman saya Bambang Ariezona pernah menunjukkan betapa kediamannya di Jalan Pemintalan Nomor E-4 hampir setiap sore dan malam selalu dikunjungi oleh teman-teman-teman-teman-teman-teman-teman pria (saya sebut begitu karena saking banyaknya teman yang apel ke sana. tapi bagi para teman tentu mereka "bermusuhan" sebenarnya, bukan teman, hehe...) yang berebutan mendapatkan hatinya. Siapa sangka pada suatu masa, pada akhirnya pemuda kalem (tapi ceriwis) penghuni jalan Perwira yang rumahnya di pojokan itu yang mendapatkan hatinya (yang lain sepertinya kebagian empedu, heee...sukuuur).
...
STAGE 9
Dia salah seorang yang berandil besar dalam masa depan (baca: sekarang) saya. Karena saat saya mengikuti seleksi CPNS, saya menginap di rumahnya (hebat, saat yang lain masih kos, dia sudah punya rumah) di Banguntapan – Bantul. Dia pula yang rajin mengantarkan saya ke lokasi tes. Demikianlah, saya pun diterima di pekerjaan saya sekarang. Terima kasih Teman, nyanyian Elvis Presley-mu yang blero selalu saya kenang. Teman saya ini, saat tinggal di Jalan Karimun Jawa dulu mempunyai saudara kembar perempuan (kalimat ini secara asosiatif salah ya? biar saja yang penting clue "Jalan Karimun Jawa", masuk), yang sama baik hatinya dengan kembarannya itu. Dimana kalian?
...
STAGE 10
Dia jagoan sepak bola dari gonggoman Sleko. Siapa ingat betapa ekspresifnya dia di kelas saat menggosok-gosok lutut, paha, atau pipinya sambil menganga dan menengadah ke atas? Ngomong-ngomong, yang digosok itu bukan guluh kan ya? Piss, hehe...
...
STAGE 11
Teman SMP saya yang sangat pendiam itu menjadi sahabat baik saya setelah duduk di bangku SLTA. Namanya cukup dieja dalam satu kata. Dahulu dia tinggal di dekat stasiun Cilacap ke arah Pasar Gede. Saat mengintip buku kegiatan Ramadhannya dahulu, teman satu ini terdata bertarawih di tempat yang sama dengan Minggus, di mushalla Al Himah Jalan Langsep, dekat Pak Malik). Saya pernah bersamanya ke Jakarta untuk menerima penghargaan dari Mitsubishi. Saya pun pernah bertarung melawannya dalam sebuah pertandingan antara SMA 1 vs STM Negeri. Dia ibarat air tenang yang sangat menghanyutkan. Di balik kebersahajaan dan itikad keprihatinannya, dia menyimpan kekuatan yang sangat dahsyat. Maka sekarang saksikan, figur yang tidak ambisius ini menorehkan catatan prestasi masa depan yang luar biasa. Hormat untukmu teman!
...
STAGE 12
Mengulum contekan, lalu menelannya ketika pengawas ujian mendatanginya. Terasa pedih pada saat itu, tapi pasti sekarang menjadi sejarah indah yang selalu dikenangnya. Dia sekarang telah menjelma sebagai seorang yang sukses dan mapan, meski masih saja ngocol. Silakan mengaku buat sang oknum, jika memungkinkan. Yang pasti saya kangen sekali dengannya. Berada di dekatnya, sungguh meriang (menjadi riang).
...
STAGE 13
Dia adalah satu dari beberapa orang unik yang bisa berbangga hati saat terjatuh dan mengakibatkan luka di lututnya. Apa pasal? Karena esok harinya dia akan berangkat sekolah berseri-seri dengan memamerkan obat merah di sekitar lututnya. Mungkin macho, pikirnya (ternyata dahulu simbol ke-macho-an itu sederhana ya? cukup obat merah modalnya). Hahai, iya, barangkali pun hanya dia saja di antara teman-teman saya yang bertahan dengan wajah lamanya. Sangat orisinil, bahkan menjadi lebih (agak) ganteng sekarang. Saya bilang juga apa, wajah pelawak selalu awet muda! Betewe, tahu apa hobinya saat kelas 2 SMP dahulu? Ialah membuat kartun wajah tampak belakang seorang gadis teman sekelasnya (tuh ada yang tersipu).
...
STAGE 14
Dia dijuluki “Gonzales” oleh Minggus (Nggus, mana undangan mana?), teman sebangkunya di kelas 1, karena badannya mirip seorang tokoh villain di film kartun TVRI yang hits saat itu, Zorro. Dia kemudian sempat langsing gara-gara puasa Senin-Kamis (luar biasa menginspirasi bukan, seorang yang masih belia sudah rajin puasa) dan rutin taekwondo di lapangan Gelanggang Remaja setiap Minggu pagi. Tapi sayang, sekarang Putera Galunggung (...Putera Galunggung di Padepokan Cinta, titip salam buat sang pujaan hati, Puteri Bunga di Sanggar Penantian... bla bla.. goyaang bareng... – jadi ingat Bung Rodiman, penyiar RSPD membawakan acara Salam Dangdut setengah empat sore) yang kini menetap tidak jauh dari kediaman saya ini sudah kembali bengkak, melebihi Gonzales. Hobinya pun bukan lagi taekwondo, tapi menyelam. Menyelam gaya batu, seperti tuntutan WWF (kali ini bukan WWF smack down! meski tongkrongannya pas buat jadi atlet WWF). Saya mengingat sepedanya yang dipoles cat ala PT Nasmoco, membuat saya terobsesi bertahun-tahun untuk memiliki sepeda yang bercat mobil seperti miliknya. Sampai sekarang belum kesampaian.
...
STAGE 15
Ini dia seorang teman paling macho yang saya kagumi. Betapa tidak. Saat dia masih duduk di bangku SMP, dia berani menerima tantangan berkelahi seorang siswa SMA Yos Sudarso. Di lapangan BP-7 (Kejaksanaan lama) mereka berduel. Salut, bangga, dan terasa menginspirasi. Yang bersangkutan sudah tahu bahwa kisahnya ini pernah saya tulis dalam bentuk cerpen yang saya kirim sebagai sebuah artikel di Majalah Hai pada medio 1995. Tapi tahukah Teman-teman, bahwa si macho ini, saat duduk di kelas 1 SD Petungan dahulu, adalah si cengeng yang jika jika disuruh maju menyanyikan lagu Garuda Pancasila, selalu menangis. Benar tidak, wahai Bapak yang macho? (Mungkin dia tersenyum -tidak menangis lagi- sambil berlalu dengan black alphard-nya).
...
STAGE 16
Jika teman-teman mengenalnya sebagai seorang yang slenge’an, saya lebih dahulu mengenalnya sebagai seorang yang alim. Dia kakak kelas saya saat menimba ilmu di madrasah – sekolah sore tempat kami mengaji. Saya kelas 1, dan dia kelas 3. Saya sering melongo terkesima saat dia piawai sekali menghafal shorof dan melantunkan hafalan Qur’annya. Saya sangat menghormatinya. Di sekolah, dia menampilkan alter ego yang jauh berbeda dengan pribadinya saat di madrasah. Terlebih, dia tergabung di gank-nya Kampleng yang ekspresif dan metal, membuatnya makin berbeda dengan figur yang saya kenal di madrasah. Pergi Pergi, demikian terjemahan nama panggilan kerennya (tapi lebih pas nama jenis padi di sawah sih).
...
STAGE 17
Saya sering tertawa sendiri saat mengingat yang ini. Begini, saat acara pelantikan Palang Merah Remaja (PMR), seorang teman tidak kuasa melawan takdirnya. Dia merasa naas karena berperan secara permanen sebagai pasien. Jadilah dia, dari pagi hingga petang pasrah dibebat di kepala, diikat di kaki dan tangan dengan posisi tergeletak di atas tandu. Dia pun pasrah atas segala perbuatan empat orang yang memikulnya, menyusuri jalanan, gorong-gorong, bahkan sungai. Barangkali jika teman-temannya meletakkan dan meninggalkan tandu itu di sawah atau menghanyutkan di Kali Yasa sekalian, yang bersangkutan pun hanya bisa pasrah. Di sepanjang jalan, sang pasien bersungut-sungut tanpa senyum, membuat teman-teman seregunya tegang berkepanjangan. Untunglah sang Ketua Kelompok, Musafir Qureisyien, adalah figur sabar dan berusus panjang yang di sepanjang jalan menghiburnya (sambil menyanyikan lagu Nina Bobo yang diganti liriknya menjadi: Ponco Ngorok, hehe nggak ding). Siapa yang bernama Ponco, ngacung!
...
STAGE 18
Masih nyambung stage di atas. Saat kami menyusuri got di sepanjang Jalan Semangka, kami berhenti di depan sebuah rumah bercat putih. Seorang gadis berperawakan agak tinggi membawakan kami teko berikut beberapa gelas, menawarkan minuman. Rupanya dia siswi SMP 1 juga. Gadis itu lumayan manis, perhatian, tapi terlihat judes. Kami juga tidak disapanya. Yang disapa justru makhluk tak berdaya yang ada di atas tandu yang berperan sebagai pasien itu. Pasien galak. Ini pasien memang rese koq. Di sepanjang jalan marah-marah, tapi begitu ketemu sama yang manis begitu, langsung berderai tertawa dan mengacungkan tangannya yang dililit kain blacu. Semoga si gadis itu ingat, maksud saya... mengaku, bahwa dia dahulu pernah terlihat judes. Saya menduganya: masih judes sampai sekarang. Forever!
...
STAGE 19
Saya duduk di depan Ruang UKS yang letaknya di sebelah ruang Bu Farida dan Bu Turis, sang Guru BP. Undak-undakan di depan UKS yang posisinya di seberang kelas 1A dan 1C menjadi tempat strategis untuk ngecengin orang lewat. Saya ingat ketika Silvia Murdiati dan Fitri Wijayanti bergandengan tangan lewat di depan kami. Beberapa saat kemudian Indah Nursanti berbarengan Dian Novira beriringan membawa pot berisi lidah buaya. Lalu Nila Puspitasari. Duhh, kebayang tangan mereka harus membawa pot-pot kotor itu. Mestinya tangan Karsono, Suhartono Saleh, atau Marsono si bulu kaki lah... Tapi tak apalah, daripada Karsono, Suhartono, atau Marsono yang lewat, pemandangan bisa “bures” seketika, dan undak-undakan menjadi runtuh nanti.
...
STAGE 20
Saat bus jemputan berwarna biru berlambang kuda laut itu datang, awalnya saya selalu merasakan minder seketika. Terutama saat menyaksikan teman-teman yang turun dengan penampilan dandy dan keren-keren. Tapi seorang teman, membuat muasal suasana menjadi menjadi cair buat saya. Dia menampilkan diri sebagai figur pria sederhana dan enak diajak bicara. Lalu saya pun menjadi sadar bahwa teman-teman di bus itu adalah teman-teman yang asyik. Dia adalah teman di perumahan Pertamina yang pertama saya kunjungi. Tanpa canggung saya bersepeda ke rumahnya. Tahu yang saya kagumi dari dia? Piala ayahnya banyak sekali!
...
STAGE 21
Ingatkah teman-teman pada sebuah acara api unggun di halaman sekolah, lalu ada teman cowoq dan ceweq yang berduet menyanyikan lagu “Judul-judulan”? Pak Muhadi dan Pak Ngadenan merasa perlu turun tangan untuk menghentikan lagu itu, karena sang penyanyi dan pendengarnya dinilai masih belum cukup umur atas lirik lagu PMR itu. Nah, sekarang saatnya untuk dua orang mantan tersangka itu, melanjutkan lagi menyanyikan lagu itu, karena mungkin Kalian sudah cukup umur untuk menyanyikannya, dan kami yang dahulu berkerumun di sekitar api unggun itu pun sudah cukup umur untuk mendengarkannya.
STAGE 22
Musik rock sangat bergema di kawasan Kebon Baru. Nggak percaya? Lihat saja saat itu. Pintu dan jendela-jendela di kediaman Purnomo Suprapto di Jalan Kakap banyak ditemukan stiker grup musik EUROPE. Di kamar Triyono banyak terpampang poster VAN HALEN dan JUDAS PRIEST. Di kamar Kusworo, pada dinding sebelah selatan full dihiasi gambar raksasa Rudolf Schenker cs (SCORPIONS). Nah, yang agak melankolis malah ada di kamar si garang Suhartono "Tyson" Saleh (Tono) di Jalan Kelapa Lima. Ada poster Nike Ardila yang didapatnya sebagai bonus kaset album kedua Nike, Bintang Kehidupan yang dibelinya di toko kaset Popeye yang saat itu berlokasi di sebelah toko Ganefo dekat pos polisi sebelum pindah di sebelah Taman KNPI. Satu yang membuat saya kaget: foto Nike lama-lama berkumis! Ini pasti ulah Tono sendiri yang ditolak sama sang idola (hm.. mungkin tepatnya idolanya yang lain lagi).
STAGE 23
Waktu belajar malam biasanya dimulai jam 19.00 WIB ya? Sebelum acara belajar, apakah teman-teman biasa mendengarkan sandiwara radio? (maklumlah, televisi pada jam segitu tidak menarik, paling-paling lagi Berita Daerah – TVRI Yogyakarta). Bagi teman-teman ceweq, saya kira banyak yang mendengarkan serial “Ibuku Malang Ibu Tersayang” yang diputar Radio Yasfi jam 18.30 WIB (Ferry Fadli sebagai Baskoro, Peggy Sukma sebagai Soraya, Lukman Tambose sebagai Sasongko, Novia Kolopaking sebagai Yessy, etc). Tapi kalo saya lebih suka ngebayangin Kerandong di “Misteri Gunung Merapi” – nya Asmadi Sjafar yang disetel RSPD Cilacap pada saat yang sama (Bahar Mario sebagai Sembara, Mario Kulon/Dipa R sebagai Basir, Asriyati sebagai Mak Lampir, Ivone Rose sebagai Nyai Kembang, etc). Lalu setelah RRI (yang disiarkan melalui seluruh stasiun radio) menyiarkan warta berita Ekonomi, Keuangan dan Industri jam 20.00 WIB (di Pasar Johar Semarang, wortel tanpa daun dijual dengan harga... Di Pasar Beringharjo, tomat gondol dijual dengan harga...dst), RSPD memutar “Api Di Bukit Menoreh” (S. Tijab sebagai Agung Sedayu, Anna Sambayon sebagai Sekar Mirah, Eddy Dhosa sebagai Swandaru Geni, etc). Tapi sandiwara radio yang paling fenomenal tetap yang jam 15.30 WIB (Ferry Fadly sebagai Brama, Elly Ermawati sebagai Mantili, Bambang Jegger sebagai Paksi Jaladara, Maria Oentoe sebagai Pramita, Petrus Ursfon sebagai Raden Bentar, Ivone Rose sebagai Lasmini, etc). Btw, saat itu harga radio dua band paling-paling Rp5.000,00 loh. Saat harga klepon Rp25,00 setangkep daun pisang yang isi empat.
STAGE 24
Paling enak itu saat liburan lebaran tiba. Karena di THR Teluk Penyu ada undar-undaran, salah satu icon pasar malam terhebat pada masa kecil kita. Tiketnya Rp150,00 bisa muter selama 3 menit. Siapa punya pengalaman begini: untuk menghindari tiket masuk di pintu gerbang Teluk Penyu, maka nerobos lewat lapangan bola di sisi kiri gerbang atau menyelusup di area perkampungan di sisi kanan gerbang ke arah Benteng Pendem (tapi berhubung jalan ya capek, lalu ketemu bakul es orson sama klepon, ya akhirnya bayar-bayar juga).
STAGE 25
Buat teman-teman yang duduk di bangku depan, tentu tidak asing dengan istilah hujan lokal. Teman-teman ingat siapa pak guru yang suka membuat hujan lokal itu? Wiliani Taulo siap hendak membeli payung tuh.
STAGE 26
Saat kelas 1, kita berkaos olahraga berwarna kuning-nuansa merah. Lalu di kelas dua kita berkaos berwarna abu-abu-nuansa hitam, dan kelas 3 warna putih-nuansa merah. Bagi saya, modelnya statis dan kurang menarik. Tapi demikianlah dari tahun ke tahun. Khas dan sangat SMP 1 banget. Pada suatu ketika, pada bulan Agustus 1988 saya pernah mengenakan kaos yang abu-abu dalam sebuah acara adu lari di stadion Wijayakusuma. Di sebelah saya, saat start, pesaing yang tidak saya kenal itu mengenakan kaos kuning (persis kaos kita saat kelas 1). Setelah kegiatan selesai, saya berkenalan dengannya dan saya baru ngeh, ternyata kaos itu kaos olahraga SMP Sidareja. Nah, itulah hebatnya SMP 1 kita saat itu. Bahkan kaos yang sederhana pun, ditiru!
STAGE 27
Selain kaos olahraga yang resmi, saat kita kelas 2 ada tren membuat kaos kelas. Yang saya ingat kelas 2A membuat kaos putih dengan nuansa garis-garis segitiga warna merah dan biru, bertuliskan DOHC dan Le Coq Sportif bergambar ayam jantan yang Perancis banget (kalau tidak salah, tulisannya ini ide Uphenk-Gathul-Agung). Kelas 2B juga punya kaos kelas berwarna merah, kelas 2F warna biru, kelas 2D warna hijau, dan yang lain saya lupa. Yang pasti warna-warninya tidak terafiliasi partai. Entah kalo bikinnya sekarang.
STAGE 28
Sungguh malang nasib siswa kelas 2D, 2 E, dan 2F. Kenyamanan belajarnya kerap terganggu dengan bunyi bis Damri yang berparkir tepat di sisi utara gedung sekolah. Tentang masalah tersebut, Kepala Sekolah saat itu konon pernah mengkomunikasikannya dengan pihak Damri, tapi tentu tidak ada penyelesaian yang memuaskan. Karena lahan Damri tetap saja tidak kebeli (Syarif mana Syarif? Beliii Rif!!)
STAGE 29
Jaman kita saat itu ada lagu hits. “...Engkau bukan yang pertama tapi pasti yang terakhir... (apa ya judulnya? itu yang nyanyi Mus Mujiono. Juga lagunya yang berjudul Tanda-tanda (“...tanda-tandanya bunga asmara ingin bersemi sekali lagi...). Lagu lain misalnya Dirimu - Gank Pegangsaan, Menjilat Matahari-Godbless, Rindu Sampai Mati-Yankson-Ita Purnamasari, dan tentu saja Sweet Child o Mine-nya GNR serta Carrie-nya Europe. Dua lagi: Gubuk Derita-nya Hamdan ATT dan Semut-semut Kecil-nya Melissa. Silakan sebutkan lagi, masih ada seribu lagu terkenal saat itu.
STAGE 30
Beberapa teman menunggu waktu hingga sore di sekolah, padahal saat itu waktu sekolah sudah usai. Tahu kenapa? Rupanya kecengannya anak SMP Purnama 1 yang saat itu berkelas sore di SMP kita. Masih ingat oknumnya siapa? (... malu aku maluu, pada semut merah, yang berbaris di dinding.. menatapku curiga seakan penuh tanya sedang apa di sini...).
STAGE 31
Dulu ada tren kita saling menulis coretan atau biografi atau apapun di buku diary/agenda teman-teman kita, ingat? Dari buku yang pasti berkeliling itu, kita menjadi tahu kegemaran masing-masing teman. Saya masih ingat favorit Mbak Puri: thung-thung. Dan Mas Eko bilang Tempeger Goreng. Saya juga ingat favoritnya Wardoyo: Nicky Astria, Imam Mahdi rahimahullah: Iwan Fals, dan Turyono: Paman Dolit. Satu lagi ( saya ingat orangnya tapi takut malu), menuliskan grup musik kesukaannya. Apa coba? DOGBLES! Halahh, ini sih pasti korban salah dengar dari grupnya Ahmad Albar itu.
STAGE 32
Dari trotoar jalan, menyaksikan teman-teman yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik di barisan drum band SMP kita adalah keasyikan tersendiri (grup drum band kita Gita Selia ya namanya?). Ada Sandra, Dani, dan ada Ating yang memegang snare. Mayoretnya Florita. Sorry ya buat Catur dan Andi yang kayaknya memegang tom-tam, kita-kita suka nggak peduli kalo kalian yang lewat, meski kalian paling bersemangat memukul tambur inggris itu.
STAGE 33
Saya suka memperhatikan Pak Mahendra mengajar di ekskul musik. Hebat dan piawai sekali guru baru itu. Tahukah teman-teman, saat Pak Mahendra ini pertama kali menginjakkan kaki di SMP 1 di sebuah kesempatan sore hari pada medio 1989. Saat itu saya pas berada di sekolah di ruang guru yang pintu, jendela dan ruangannya masih bercorak Belanda. Beliau bertanya untuk memastikan bahwa gedung itu kelak akan menjadi tempatnya bekerja. Tahukah teman-teman, saat itu seorang guru yang bersama saya bilang: “Maaf mas, yang lain saja”. Pak Mahendra dikira sales!
STAGE 34
Saat teman-teman berangkat study tour ke Jakarta, saya bersama seorang teman melambaikan tangan dari gerbang sekolah. Kami berdua adalah bagian dari segelintir siswa yang tidak mengikuti acara wisata itu. Teman yang saya maksud adalah Wardoyo. Muhammad Wahyu Wardoyo. Saya bilang ke Doy, panggilan sayangnya, bahwa saya solider ke dia sehingga saya tidak ikut acara itu. Saya bohong, karena sebenarnya saya punya agenda yang saya impikan, keesokan harinya: Pendakian pertama saya, Gunung Merapi bersama bapak saya rahimahullah. Belakangan, Wardoyo pun mengaku bahwa dia dan keluarganya (Bapak Mustari Muslim rahimahullah and the Gank) ternyata ke Yogya. Glek.
STAGE 35
Ingat nama kepala sekolah kita? Yak betul. Saat kita kelas 1 hingga awal kelas 3, kepala sekolah kita adalah Pak Tedjo Siswoyo rahimahullah (yang isterinya bernama Bu Rini Nuswantari yang bertugas di perpustakaan sekolah) yang kalo menyebut istilah mayoret adalah mayoritet. Saya ingat pada Agustus 1989 Pak Tejo masih menjabat sebagai kepala sekolah SMP 1, tapi pada awal Oktober 1989, Pak Marsudi sudah menggantikannya. Berarti mereka berserahterima jabatan kurang lebih pada medio September 1989. Bener nggak?
STAGE 36
Dede adalah sebuah inspirasi. Bayangkan, saat kelas 1 (tahun 1987) dia sudah mewakili Jawa Tengah dalam kejuaraan nasional Kempo yang diadakan di Denpasar - Bali. Saya ingat waktu itu saya mengikutinya melalui acara Dari Gelanggang ke Gelanggang pada Minggu siang di TVRI, demi bisa melihat Dede bertanding. Dan si jambul keren itu memang benar-benar muncul di nomor "kata" (apa ya istilah "kata" di kempo?)
STAGE 37
Kita punya Ricky yang liat dan ulet di lapangan bola basket. Kita pun punya Aji yang smash-nya menggelegar di lapangan voli (Ji, apa kabar matamu, masih merah selalu?). Coba ada cabang Gobak Sodor, pasti kita semua bisa bergantian menjadi bintang lapangannya ya?
STAGE 38
Menjelang kita mendaftar di SMP, di televisi ada serial ACI (A kisah Amir, C kisah Cici, I kisah Ito). Minggu siang, ada sinetron Rumah Masa Depan yang jika kita ingat intro theme song-nya sekarang (bunyi kibor modus akordeon – kalem tapi megah) bisa membuat kita ingat saat-saat kita jonjang umpet, suramanda, main umbul, dsb. Masa-masa itu telah lewat jauh di belakang, teman-teman. Masa jaya kita itu adalah eranya anak-anak kita sekarang. (Betewe, tahu kenapa sekarang ada istilah "krisis moral"? Ya, karena acara Ria Jenaka sudah tidak diputar lagi).
STAGE 39
Teman-teman ingat Triyono? Juragan Kebon Baru yang satu ini bikin saya terkesima. Karena pada masa itu, saat teman-temannya masih tergantung dari pendanaan orang tua, dia sudah bisa mencari uang sendiri. Dia mendapat banyak uang saat membantu kapal-kapal pencari ikan merapat di pantai. Di akhir pekan, dia sering mentraktir teman-teman di tempat favoritnya: Warung Burjo "Ringin", di sebelah Kodim. Di mana Triyono sekarang? Sedang di Ringin?
STAGE 40
Tahukah teman-teman, bahwa Souther, Bambang Nursetyanto, dan Popi Suryati adalah tiga dari beberapa nama jagoan panggung puisi yang saling mengalahkan satu sama lain pada masa sebelum masuk SMP. Bagi peserta lain, mereka memang menyebalkan, karena ketiganya memang sulit dikalahkan.
STAGE 41
Ingat Pak Timbul guru biologi? Karena gerak reflek membersih meja dari ceceran air raksa, maka beliau harus menjalani rawat jalan selama 1o tahun. Tapi hebatnya, beliau berhasil menutupi kegundahannya di depan anak-anak didiknya selama 10 tahun itu.
STAGE 42
Awal masuk SMP ada pekan orientasi. Kita mendapat tugas untuk mengumpulkan tanda tangan guru-guru sebanyak mungkin, langsung di rumahnya.
STAGE 43
Bu Wid guru IPS kita saat kelas 2 benar-benar menggunakan cara out of the box dalam mengajar. Beliau menerapkan metode CBSA dengan rajin melontarkan pertanyaan lisan dengan sangat interaktif. Memang tidak tekstual dan terkesan lepas dari buku. Tapi ini yang ternyata benar dan tepat untuk merangsang kita berfikir aktif (benar ya?)
STAGE 44
Ingat Pak Benny guru fisika yang pada 1989 pindah ke Sidareja? Setelah pindah, saya sering bertemu beliau, saat berkunjung ke tetangga saya yang adik kandung beliau. Beliau mengeluh, katanya anak didiknya yang baru tidak seperti anak-anak SMP 1, khususnya angkatan kita.
STAGE 45
Saya bisa menggunakan sumpit untuk makan mie ayam, bisa membuat telor asin, membuat baju dari kantong gandum, karena jasa ibu guru ini. Bu Hestri. Beliau juga yang memberi saya sebuah buku Surah Yassin kecil saat saya hendak berangkat ke Jakarta untuk sebuah lomba. Katanya, simpan buku ini di kantong jika berlomba. Saya patuh, dan sangat memberikan sugesti positif buat saya. Hingga sekarang, buku Yassin pemberian Bu Hestri sering saya kantongi di saku kemeja saya, saat saya menghadapi situasi-situasi tertentu.
STAGE 46
Terakhir, Teman-teman. Sekarang, lihat diri kalian. Pegang bahu kalian masing-masing. Menengadah, lalu ucapkan syukur kepada Tuhan. Renungkan, tentang kita yang pernah menjadi bagian dari sebuah sekolah yang paling berjaya pada masanya. Sekolah kita adalah sekolah berperingkat 20 Besar SMP terbaik se-Indonesia pada saat itu, tahun 1990. Sekarang kalian yang berjaya itu berkumpul di sini. Kalian yang bersama-sama membesarkan nama sekolah kita. Sekarang kalian menciptakan kembali sebuah kekuatan besar yang pasti juga susah dikalahkan. Mari berikan arti untuk pertemuan ini. Selamat, galang kembali kekuatan dahsyat yang sulit dikalahkan, sekarang juga!
Wassalamu'alaikum wr.wb.