Assalamu'alaikum wr.wb.
Saat saya pertama kali menonton film "Pengkhianatan G30S/PKI" garapan sutradara Arifin C. Noor, tahun 1984, saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu juga, saya sangat terkesan dengan sebuah scene yang sangat heroik di mata saya. Yaitu pada dialog dengan setting aksi penculikan di kediaman Jenderal Abdul Haris Nasution pada malam Jumat, tanggal 30 September 1965.
Dalam adegan itu, seorang anggota Pasukan Cakrabirawa menghardik ajudan Pak Nas (panggilan akrab Abdul Haris Nasution) yang menenteng senapan dengan menanyakan, "Di mana Nasution?" Sang ajudan pun menjawab, "Saya Nasution." Maka para penculik yang tidak familiar dengan wajah Pak Nas segera menangkap dan mengangkutnya ke atas truk militer. Dasar para robot, mereka benar-benar tidak bisa membedakan wajah seorang anak muda berusia 26 tahun dengan seorang jenderal yang berusia 47 tahun.
Sepenggal kisah itu sungguh sangat menginspirasi saya. Style yang sangat laki-laki. Saya kemudian kerap mempraktikkan spirit heroisme itu sampai sekarang. Di dalam keluarga, saya kerap mengakui kesalahan yang diperbuat adik saya. Di sekolah dasar, bahkan saya pernah mengakui perbuatan teman saya yang mencoret-coret mobil orang dengan tulisan "Bawor", demi melindungi teman saya yang anak seorang nelayan. Tak terkecuali di tempat kerja (di tempat lama), saya sering menutupi kesalahan atasan saya, dengan menyatakan bahwa kesalahan itu adalah perbuatan saya.
Adalah Pierre Andreas Tendean, tokoh yang menginspirasi itu, pahlawan paling ganteng yang pernah ada di buku sejarah, demikian kata seorang teman wanita di SMP saya dahulu. Pierre berdarah Perancis dari ibunya, Cornell M.E. Pierre. Pria tentara berpangkat Letnan Satu lulusan Akademi Militer Jurusan Teknik (Jurtek) - Corps Zeni Bandung ini pada tahun 1965 diangkat sebagai ajudan oleh Pak Nas yang saat itu menjabat Menko Hankam/Kepada Staf ABRI. Suatu kali dalam sebuah pidato yang dibawakan Pak Nas di auditorium sebuah universitas, para mahasiswi menggunjing seperti ini: ”Telinga kami memang untuk Pak Nas, tapi mata kami untuk ajudannya.”
Pierre memang gugur pada malam jahanam itu. Dia dibunuh dan jenazahnya dimasukkan ke dalam Lubang Buaya bersama jenazah enam jenderal. Pierre ditetapkan oleh presiden sebagai Pahlawan Revolusi dan pangkatnya dinaikkan menjadi kapten anumerta.
Karena peristiwa itu juga, takdir pun mengatakan Pierre batal menikahi perempuan manis bernama Rukmini binti Chaimin yang direncanakan akan dilaksanakan pada November 1965.
![]() |
Pierre bersama Ade Irma Suryani. keduanya gugur sebagai tumbal Gerakan PKI 1965 (foto: korea-asean.com) |
Pierre memang gugur pada malam jahanam itu. Dia dibunuh dan jenazahnya dimasukkan ke dalam Lubang Buaya bersama jenazah enam jenderal. Pierre ditetapkan oleh presiden sebagai Pahlawan Revolusi dan pangkatnya dinaikkan menjadi kapten anumerta.
![]() |
Baju yang dikenakan Pierre pada malam heroik itu (foto: thearoengbinangproject.com) |
Karena peristiwa itu juga, takdir pun mengatakan Pierre batal menikahi perempuan manis bernama Rukmini binti Chaimin yang direncanakan akan dilaksanakan pada November 1965.
Rukmini binti Chaimin (foto: dok Museum Lubang Buaya) |
Tapi Bung Pierre, keberanianmu, semangatmu, inspirasi darimu, sungguh sangat saya kenang, dan sampai saat ini menjadi salah satu figur yang berpengaruh bagi saya. Terima kasih Bung Pierre. Spiritmu telah banyak mengajari saya bersikap, dan semoga, fadhillah buat saya.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
---------------------------
#dari berbagai sumber termasuk Catatan Mas Must Prast, editor Jawa Pos