Assalamu'alaikum wrwb.
Di suatu hari Minggu beberapa pekan lalu, teman saya bersama istrinya berkunjung ke rumah saya. Bertepatan dengan saat hujan gerimis di luar. Sementara istri dan anak perempuan saya, Arien, biasa, sedang membeli minyak dan entah apa kebutuhan mereka. Di rumah ada saya dan Agree, anak saya yang berusia 8 tahun.
Lalu saya pun menjadi punya masalah, males untuk menjamu tamu (meskipun teman saya pasti nggak bakalan protes tanpa jamuan, hehe... mungkin). Apalagi di luar gerimis pula.
"Gree, bikinin minum buat Om sama Tante nih", ujar saya.
"Iya", jawab anak itu.
Saya suka sikap anak saya ini yang selalu positif dan merespon perintah orang tuanya selalu dengan jawaban: "iya". Saya sudah menduga, paling teh celup nanti yang akan keluar. Biasanya begitu.
Teman saya bilang saya kelewatan dengan menyuruh Agree untuk menghidangkan minuman. Tapi saya menjawab ini sama sekali tidak kelewatan, dan wajar adanya. Beda standar rupanya antara saya dengan teman saya itu.
Selang beberapa waktu, minuman pun muncul, dihidangkan Agree. Teh hangat 3 gelas. Sekali lagi ini bukan istimewa dan sangat biasa tentu menurut saya. Tapi cukup cakep-lah dengan upaya anak itu, saya mengapresiasi itu.
Anak lelaki di dapur, sungguh bukan hal tabu |
Yang selanjutnya, cukup membuat surprise, saat Agree melambaikan tangan meminta saya ke dapur.
"Agree lagi bikin inian", katanya.
"Inian apa?"
"Coba ajah!"
"Pahit nggak rasanya?", saya berusaha mencuil makanan itu.
"Coba ajah".
Saya nyicipin produk masakan nggak jelas yang dibuat anak saya itu.
"Hm.. boleh juga, buat tamu juga deh ya?..", tiba-tiba saya optimis dengan masakan anak saya itu.
"Iya deh".
Adalah sebuah piring dengan masakan yang baru dibikin Agree. Ini dia, mi instan yang dibikin padat melingkar seperti pizza. Kata Agree namanya wusdang. Jika kemarin dari postingan Kang Asep, saya tahu makanan ini bernama omelet mie. Apapun namanya deh, yang pasti yang seperti di postingan Kang Asep.
Teman saya dan istrinya melongo saat Agree menghidangkan itu. Apalagi mereka melihat sendiri aksi Agree yang hilir mudik ke dapur. Ini bukan hanya sejenis masakan digoreng loh. Ini perlu meracik bumbu juga. Dan Agree sudah bisa melakukannya. Saya saja melongo, apalagi teman saya itu. Ahh, istri saya memang pinter bikin Agree jadi mandiri begini.
Konsep membentuk anak-anak yang mandiri memang seni. Itu setidaknya pelajaran yang bisa saya petik. Moderator dalam mencetak anak seperti ini jelas dan pasti: ibunya. Dengan melibatkan anak-anak dalam berbagai kesibukannya dengan rasa senang, akan membuat anak-anak mampu melakukan sesuatu pekerjaan tanpa paksaan. Setidaknya, saya memang harus berterima kasih dengan konsepsi istri saya itu. Apresiasi. Semoga langkah cantik ini berguna besar untuk anak-anak saya kelak.
----------------------
Soal kemandirian, apa pendapat teman-teman, pentingkah diajarkan sejak dini?
Wassalamu'alaikum wrwb.
siapa bilang ongkos memperbaiki rumah itu mahal? |