Assalamu'alaikum wr.wb.
Dua bulan terakhir saya jarang tidur bersama istri saya yang dulu mirip Maggie Cheung itu. Saya lebih sering terlelap bersama anak kedua saya, Agree. Kadang di kamarnya, sering pula di depan televisi. Saya menemani Agree sebelum tidur, untuk bercerita tentang segala rupa cerita.
Kebiasaan ini bermula saat saya bercerita kepadanya tentang Perang Little Bighorn, sebuah perang klasik antara suku Indian melawan tentara Amerika yang dimenangkan oleh suku Indian. Rupanya itu membuat dia kecanduan. Setiap malam, sebelum tidur dia selalu meminta saya bercerita tentang perang. Maka bergulirlah cerita perang Pearl Harbour, Perang Diponegoro, Perang Bubat, Perang Salib, Perang Uhud dan sebagainya. Ringan bagi saya untuk bercerita soal ini. Bahkan cerita soal Boston Tea Partypun saya bisa enjoy sekali menceritakannya. Berguna juga saya mempelajari sejarah dahulu.
Lalu cerita pun bergerak ke area apa saja pada setiap malamnya. Kadang Agree menunjuk sebuah tema, kadang saya yang menginisiasinya. Banyak kisah yang sudah saya ceritakan “tanpa kurikulum” kepadanya. Dari cerita soal Ken Arok, Black Hole, Mahabharata, Keajaiban Dunia, Cleopatra, Pattimura, dan sebagainya. Yang pasti kebanyakan ilmiah dan sejarah. Saat saya tidak memiliki ide untuk bercerita, saya kadang membawa buku atau majalah sebagai rujukan. Tentang sejarah gitar, sejarah pesawat, hikayat layang-layang, dan sebagainya. Mengalir saja.
Dan untuk me-refresh-nya, saya sesekali menanyakan lagi tentang apa yang telah Agree dengar sebelumnya.
Misalnya:
“Gree, siapa ya nama sahabat Ken Arok yang difitnah membunuh adipati?”
Dia sigap menjawab, “Kebo Ijo!”,
“Siapa nama adipatinya?”
“Tunggul Ametung.”
"Istrinya?"
"Istrinya?"
"Ken Dedes."
Atau:
“Berapa jarak matahari ke bumi?”
“152 juta km.”
“Kalo bulan ke bumi?”
“100 juta km”
"Salah, yang bener 384 ribu km. Berapa Gree?"
"384 ribu km."
"Salah, yang bener 384 ribu km. Berapa Gree?"
"384 ribu km."
Soal yang saya sampaikan ini sama sekali tidak membuat beban untuknya. Andaikan dia lupa jawabannya, juga bukan masalah buat kami berdua. Sempurna.
Alhamdulillaah. Saya mensyukuri metode yang mengalir ini. Bagi saya inilah peluang. Anak saya yang menginginkan saya bercerita, bukan saya yang memaksakan sebuah indoktrinasi kepadanya (dalam cerita-cerita itu, saya juga kerap memasukkan nilai-nilai yang saya ingin tanamkan padanya).
Saya bahagia sekali membiarkannya tumbuh besar. Apalagi tumbuh dengan bekal pengetahuan yang kaya.
Bravo, Gree!
Ridhai cara mendidik anak saya, Ya Tuhan.
Ini juga buah iseng Agree sebelum tidur.
Membuat lagu!