Assalamu'alaikum wr.wb.
Sejak kecil saya dibiasakan orang tua saya untuk berbuat sesuatu dengan ikhlas. Saya pun menjadi terbiasa dengan terminologi ikhlas dan banyak mengalah kepada siapapun dalam segala hal. Saudara-saudara, teman-teman, bahkan tetangga-tetangga saya, banyak tahu tentang saya yang demikian. Itu bargaining saya di hadapan mereka hingga sekarang.
Dan pada saat saya, sedikit saja melakukan sesuatu dengan tidak ikhlas, maka saya sering dingatkan. Diingatkan oleh Tuhan, maksud saya.
Misalnya saat masa kecil dahulu, saya diminta ibu menyapu halaman. Terbayang luasnya halaman rumah, saya pun mengerjakan dengan bersungut-sungut. Tidak begitu lama, tiba-tiba kaki saya menginjak batu runcing dan terluka. Atau saat saya donor darah, saya ngedumel, "Donor darah begini PMI cuma ngasih telor sama mie doang, tapi ngejual darah ke pasien, mahal". Malamnya pun tahu-tahu saya demam. Dan lain-lain, yang saya pikir bukan sebuah kebetulan, tapi ini saya yakini sebagai reminder dari Tuhan agar saya selalu ikhlas.
Pekan lalu reminder soal keikhlasan itu berulang.
Begini ceritanya. Saya mendapat penugasan untuk hadir di kantor hari Sabtu. Berangkat ke kantor pada hari Sabtu adalah kerugian buat saya. Saya tidak bisa berkumpul dengan teman-teman di liqa' Forum Sabtu Dhuha. Saya pun tidak bisa mengantar anak-anak ke sekolah. Dan yang terpenting adalah saya tidak bisa mengantar Arien ke camp matematikanya yang lokasinya jauh dari rumah.
Tapi Insya Allah saya ikhlas. Ini karena memang ada deadline yang harus dikejar, khususnya menjelang pergantian kabinet, yang hanya memberi kesempatan pimpinan kementerian untuk bertanda tangan paling akhir pada Sabtu itu saja. Saya bekompromi dengan isteri saya dan teman-teman untuk masing-masing acara itu, dan sepertinya masalah pun terselesaikan.
Tapi di kantor, saya menghadapi banyak hal yang membuat saya masygul. Saya tidak akan menceritakannya di sini (mungkin nanti, melalui tokoh Gareng, saya akan menceritakannya). Yang pasti saat itu, mulai dari pimpinan saya hingga saya dan teman-teman, semuanya kecewa karena keadaan yang menyandera dan membuat perasaan tidak ikhlas.
Saya pun protes di dalam hati.
Tambah protes saat saya pulang dari kantor pukul 20.30 WIB terpaksa berjalan kaki sejauh kurang lebih tiga kilometer menyusuri jalanan menuju stasiun, karena sudah tidak ada kendaraan umum atau ojek. Harusnya libur, disuruh masuk, pulang malam pula, tidak ada ojek pula.
Saya pun protes di dalam hati.
Tambah protes saat saya pulang dari kantor pukul 20.30 WIB terpaksa berjalan kaki sejauh kurang lebih tiga kilometer menyusuri jalanan menuju stasiun, karena sudah tidak ada kendaraan umum atau ojek. Harusnya libur, disuruh masuk, pulang malam pula, tidak ada ojek pula.
Saya tidak bisa menipu hati saya. Saya memang tidak ikhlas.
Dan tahu apa yang kemudian terjadi? Saat mengejar kereta, entah kenapa, saat berlari setelah naik eskalator, saya merasa ada penumpang lain yang mendorong punggung saya. Posisi saya yang tidak siap merasa kaget dan kecengklak, dan ini membuat punggung saya keseleo. Punggung saya pun terasa sakit berkepanjangan. Hingga saya sampai di rumah, cara saya berjalan yang berbeda pun menarik perhatian isteri saya. Malam itu pun saya dipijit isteri saya dengan obat gosok yang saya ceritakan di artikel BERAKHIR DI OBAT GOSOK. Alhamdulillaah ada obat sakti itu.
Esok harinya, saya mempunyai tugas mengantar anak saya Agree berlomba lukis yang diselenggarakan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ini tentu berat sekali buat saya, karena untuk bangun dari tempat tidur saja susah, apalagi harus menyetir mobil, membawa perangkat lukis, dan menunggui anak saya berlomba. Tapi demi Agree, saya harus berangkat. Sambil nyengir saya hadapi hidup ini dengan tenang.
Dan, ikhtiar itu tidak sia-sia. Alhamdulillaah anak saya mendapat nomor. Juara II. Rasa sakit di punggung pun seperti terobati. Saya bersyukur, karena peringatan dari Tuhan tentang rasa tidak ikhlas itu hanya menimpa saya, tidak menimpa anak-anak saya.
Dan saya, akan belajar kembali tentang ikhlas, untuk tidak berulangnya kembali akibat yang saya derita karena sebuah ketidakikhlasan.
![]() |
hampir selalu begini, Agree di sarang perawan |
Dan saya, akan belajar kembali tentang ikhlas, untuk tidak berulangnya kembali akibat yang saya derita karena sebuah ketidakikhlasan.
Wallaahu a'laam.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
etiap saat ponsel saya dan teman-teman bergantian berbunyi. Telpon dari counterpart kami yang tujuannya untuk mengecek pekerjaan lain -yang sebenarnya bisa ditunda- yang secara paralel juga kami kerjakan, mumpung kami di kantor. Mereka adalah pihak yang berkepentingan untuk tugas non pokok ini. Tak mengapalah, mereka pasti mengalami under pressure. Kami konsekuen membantunya. Tapi fakta yang saya dapati adalah, pihak yang mengecek pekerjaan saya dari menit ke menit itu, ternyata sedang berada di suatu tempat yang cukup jauh dari Jakarta, dan di ujung ponsel, saya mendengar bebunyian. Rupanya mereka mengecek pekerjaan sambil menikmati acara nyanyi-nyanyi. Pesta. Mereka memaksa kami menyelesaikan pekerjaan saat itu juga, tapi mereka menyambinya dengan berpesta. Jeddaaarr!
etiap saat ponsel saya dan teman-teman bergantian berbunyi. Telpon dari counterpart kami yang tujuannya untuk mengecek pekerjaan lain -yang sebenarnya bisa ditunda- yang secara paralel juga kami kerjakan, mumpung kami di kantor. Mereka adalah pihak yang berkepentingan untuk tugas non pokok ini. Tak mengapalah, mereka pasti mengalami under pressure. Kami konsekuen membantunya. Tapi fakta yang saya dapati adalah, pihak yang mengecek pekerjaan saya dari menit ke menit itu, ternyata sedang berada di suatu tempat yang cukup jauh dari Jakarta, dan di ujung ponsel, saya mendengar bebunyian. Rupanya mereka mengecek pekerjaan sambil menikmati acara nyanyi-nyanyi. Pesta. Mereka memaksa kami menyelesaikan pekerjaan saat itu juga, tapi mereka menyambinya dengan berpesta. Jeddaaarr!